Mungkin berita berikut untuk menanggapi kritikan Ketua BPK. Sebenarnya, saya juga heran kenapa Ketua BPK baru sekarang mempermasalahkan Pajak Ditanggung Pemerintah yang sering disingkat DTP. Kebijakan DTP sudah lama diadopsi pemerintah sejak lama [terutama di PPN] bahkan sejak saya kuliah di STAN pun sudah ada.
Inilah berita yang saya maksud sebagai berita tanggapan.
Sejumlah Pajak Ditanggung Pemerintah Demi Investasi dan Stabilisasi Hargadisalin dari http://portaldjp
(13/03/08)Pemerintah menanggung pembayaran sejumlah jenis pajak untuk mengantisipasi kemungkinan turunnya investasi, karena melambatnya perekonomian global dan meningkatnya harga komoditas pangan strategis, seperti terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng.
Kepala Biro Humas Depkeu, Samsuar Said, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menyebutkan, mekanisme pajak ditanggung pemerintah (DTP) merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka stabilisasi harga pangan pokok dan upaya mendorong investasi.
DTP adalah pajak terutang suatu perusahaan, baik swasta maupun BUMN yang ditanggung oleh pemerintah melalui penyediaan pagu anggaran dalam subsidi pajak.
Dengan demikian, dalam perhitungan anggaran Pemerintah akan bersifat netral (in-out), karena penerimaan perpajakan akan bertambah sebesar nilai DTP dan pada saat yang sama subsidi pajak yang tercatat pada pengeluaran juga akan bertambah sebesar nilai DTP yang dicatat pada penerimaan."Dengan kata lain, Pemerintah tidak membayar pajak, namun memberikan keringanan beban pajak kepada masyarakat melalui DTP. Jadi pemberian DTP tersebut lebih transparan dan dapat dikontrol," jelas Samsuar.
DTP mulai dikenal pada APBN-P tahun 2002. Pengertian DTP sama dengan pengertian "tax expenditure" yang banyak diterapkan di kelompok negara industri maju yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan juga telah sesuai dengan klasifikasi pendapatan negara dalam "Government Financial Statistic" (GFS) tahun 2001 serta IMF "paper".
Dalam RAPBN-P 2008 yang sedang di bahas di DPR, Pemerintah meringankan beban pajak sektor-sektor tertentu kepada masyarakat serta kepada perusahaan yang kegiatannya berhubungan dengan kebijakan stabilisasi harga dan investasi.
Pemberian keringanan beban pajak melalui mekanisme DTP tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah atas impor dan/atau penyerahan gandum dan tepung gandum/terigu, PMK No. 14/2008 tentang PPN dibayar oleh pemerintah atas penyerahan minyak goreng curah di dalam negeri, PMK No. 15/2008 tentang PPN dibayar oleh pemerintah atas penyerahan minyak goreng dalam kemasan di dalam negeri.
Insentif fiskal lainnya didasarkan kepada Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 776/1992 tentang tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan bagian pemerintah, PPh, PPN dan pungutan-pungutan lainnya atas hasil pengusahaan panas bumi untuk pembangkit listrik. Juga PMK No. 178/2007 tentang PPN ditanggung pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi.
Dalam RAPBNP 2008, terdapat tambahan alokasi anggaran untuk program stabilisasi harga pangan sebesar Rp7,9 triliun yang terdiri dari tambahan insentif pajak untuk minyak goreng, gandum dan terigu sebesar Rp4,3 triliun, tambahan subsidi raskin 5 kg untuk rumah tangga miskin sebesar Rp2,6 triliun, dan untuk operasi pasar minyak goreng dan bahan baku bagi perajin tahu tempe sebesar Rp1 triliun.
Sementara untuk mendorong investasi sektor energi, dalam RAPBNP 2008 terdapat tambahan alokasi anggaran sebesar Rp17,1 triliun. Jumlah itu antara lain terdiri dari beban Pajak Penghasilan (PPh) panas bumi sebesar Rp0,5 triliun dan beban pendapatan dalam rangka impor (PDRI) untuk eksplorasi minyak dan panas bumi sebesar Rp7,8 triliun.
www.antara.co.id
0 comments:
Posting Komentar