Di SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ada daftar harta, tepatnya di form 1770 – IV dan 1770S – II. Format pembuatan Daftar Harta memang sudah ditentukan tetapi cara membuatnya, beragam Wajib Pajak beragam pula caranya. Sedangkan di SPT 1770 SS tidak ada Daftar Harta karena memang dibuat “sangat sederhana” maka yang dilaporkan hanya total harta dan total hutang. Bagaimana membuatnya?
Catatan saya berkaitan dengan Daftar Harta sebagai berikut :
[1.] Harta yang dimasukkan adalah harta yang ada kondisi per 31 Desember atau akhir tahun. Kalau hartanya sudah dijual, keluarkan saja. Contoh : di SPT tahun 2007 ada sedan Accord, tetapi pada tahun 2008 sedan tersebut dijual dan diganti dengan X-Trail, maka tahun 2008 sedan Accord dihapus dan diganti dengan X-Trail.
[2.] Jenis Harta
Saya sarankan dikelompokkan saja supaya tidak terlalu panjang. Contohnya Elektronik Rumah, Furniture, Rumah [tanah dan bangunan], Tanah [kebun, sawah, kavling], dan Kendaraan. Tetapi jika harta kita banyak lebih baik dikelompokkan lebih ‘terstruktur’ seperti berikut :
[2.a.] Harta Tidak bergerak, terdiri dari : tanah dan bangunan. Bisa rumah, villa, apartemen, kebun, sawah, tempat usaha, dan lainnya.
[2.b.] Transportasi, terdiri dari : mobil, motor, kapal laut, pesawat udara, dan alat transportasi lainnya.
[2.c.] Peternakan dan Perikanan, terutama bagi mereka yang memiliki usaha dibidang ini.
[2.d.] Perhiasan, yaitu platina atau emas batangan, platina, emas atau perak perhiasan, intan, berlian, dan perhiasan lainnya.
[2.e.] Barang Seni dan Hobi, yaitu harta berupa barang seni dan hobi yang bernilai tinggi dan belum disebutkan diatas.
[2.d.] Barang Bergerak Lainnya, yaitu apa yang belum disebutkan bisa dimasukkan disini seperti barang-barang elektronik, furniture rumah, alat musik, alat olah raga, peralatan dapur, dan lain-lain.
[2.e.] Surat Berharga, yaitu saham, obligasi, dan surat berharga lainnya termasuk investasi di asuransi.
[2.f.] Tabungan dan Kas, yaitu semua jenis tabungan di bank [termasuk giro dan deposito], simpanan koperasi, atau tabungan lainnya. Kas maksudnya adalah uang tunai yang ada di rumah baik uang rupiah atau mata uang asing.
Walaupun demikian, kita tetap harus ada catatan perincian harta tersebut supaya jika ada petugas pajak yang bertanya detilnya kita sudah siap. Selain itu, untuk aktiva yang bernilai besar seperti kendaraan, tanah, dan bangunan harus disertai pendukung. Data pendukung ini tentu cukup disimpan di rumah saja tidak perlu dilampirkan di SPT.
[3.] Tahun Perolehan
Tahun perolehan tentu diisi dengan tahun perolehan. Jika kita bikin rumah tiga tahun maka kita bisa mencantumkan [contoh] 2006 - 2008.
[4.] Harga Perolehan
Nilai Harta yang dimasukkan adalah nilai pembelian, atau nilai perolehan, atau nilai histori. Bagi aktiva yang dibeli dengan kreditan tentu nilai harta tidak termasuk bunga. Jadi nilai yang dimasukkan adalah nilai kas / cash bukan total nominal kreditan he .. he .. he …
Contoh :
Motor bebek dibeli tahun 2008 harga on the road [OTR] senilai Rp.12.000.000,00. Tetapi karena dibeli secara kredit 24 bulan @ Rp. 1.000.000 maka akan lunas tahun 2009 dengan total yang kita bayar Rp.24.000.000,00. Maka nilai yang dimasukkan tetap harga OTR.
Sebagai catatan : dengan pencantuman nilai histori, kita tidak perlu meng-update harta aktiva setiap akhir tahun. Contoh, harga rumah yang dibeli tiga tahun lalu mungkin sekarang nilainya akan lebih tinggi. Begitu juga dengan investasi saham, kita tetap mencantumkan nilai saat kita investasi walaupun harga pasarnya sudah jauh lebih tinggi. Penilaian harga pasar cukup dilakukan pada saat aktiva tersebut dijual. Pengakuan penghasilan juga dilakukan pada saat penjualan aktiva tersebut [taxabel event].
Kenapa kantor pajak peduli dengan Daftar Harta?
Gampangnya sih supaya bisa menghitung penghasilan wajib pajak. Setiap ada penambahan harta, pemeriksa atau petugas pajak lainnya akan bertanya asal-usul dari harta yang dibeli. Karena itu, sebelum mencantumkan daftar harta, kita mesti menghitung dulu berapa penghasilan kita yang dilaporkan.
Bisa jadi kita mendapatkan harta dari penghasilan bukan objek, atau penghasilan yang PPh-nya sudah final, atau membeli dengan kredit. Apapun alasan kitatentu harus masuk akal.
Contoh jika kita membeli sedan seharga Rp.350.000.000,00 maka kita bisa menjelaskan sumber pendanaan sedan tersebut seperti ini :
[a.] Sisa Biaya Hidup, artinya penghasilan kita yang kita konsumsi lebih besar seharga sedan. Untuk sumber ini, kita harus mengerti metode biaya hidup.
[a.] Menjual aktiva lain, tentu pilihan ini harus ada yang aktiva yang setara yang dihilangkan di Daftar Harta.
[b.] Kreditan, nah harus ada bukti pendukung [disimpan] bahwa kita memang membeli tersebut dengan kreditan. Selain itu, jangan lupa ditambahkan dengan hutang ke …
[c.] Hadiah Undian, Hibah, Warisan. JIka aktiva tersebut dari hadiah undian maka harus bisa dibuktikan bahwa atas penghasilan tersebut sudah dilunasi PPh terutangnya. Hadiah atau hibah dari keluarga sedarah satu tingkat bukan objek pajak! Begitu juga dengan warisan, bukan objek pajak. Karena itu tidak perlu ragu untuk mencantumkannya.
Harta yang berasal dari undian hadiah, hibah, dan warisan dicantumkan sesuai dengan harta pasar. Jika hartanya berlupa tanah dan atau bangunan, bisa menggunakan nilai jual objek pajak atau NJOP yang tertera di SPPT PBB. Walaupun kita tahu bahwa NJOP sering dibawah harga pasar. Sedangkan harta lainnya, ya dikira-kira saja berapa harga pasarannya.
[d.] Pencairan Deposito. Pengalaman saya menjadi pemeriksa, banyak yang beralasan bahwa penambahan aktiva berasal dari pencairan deposito. Padahal pada SPT sebelumnya tidak dicantumkan adanya harta deposito. Mereka “berlindung” dengan Keppres [Keputusan Presiden] No. 68 Tahun 1983 tentang Peniadaan Pengusutan Perpajakan Terhadap Deposito Berjangka dan Tabungan Lainnya.
Khusus tentang Keppres No. 68 Tahun 1983 perlu dipahami dua hal : Pertama, dokumen pencairan deposito harus bisa ditunjukkan jika diminta. Artinya kita harus menyimpan salinan dokumen pencairan deposito. Kedua, jika petugas pajak bisa membuktikan bahwa penghasilan yang disimpan di deposito berasal dari penghasilan yang belum dibayarkan PPh-nya maka tetap terutang PPh. Berikut kutipan SE-41/PJ.23/1988 :
Namun demikian, apabila dari pemeriksaan aparat pajak yang dilakukan untuk menentukan kebenaran besarnya jumlah pajak menurut SPT dan pemeriksaan itu dilakukan bukan atas deposito (bukan untuk mengusut asal-usul deposito), diketahui bahwa ada harta/kekayaan yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan PPh, maka atas penghasilan tersebut akan dikenakan PPh
Cag!
0 comments:
Posting Komentar