Informasi Seputar Pajak Online, NPWP, PPH 21, Pajak Pribadi, Setoran Pajak, Kalkulator Pajak, Cara Membayar Pajak Perusahaan, Pajak Penghasilan dan Banyak Lagi Lainnya

√Pencatatan

Pada prinsipnya, kantor pajak dimanapun selalu menghendaki adanya pembukuan yang rapi sesuai dengan standar atau kelaziman usaha yang berlaku di negara tersebut bahkan di dunia. Tetapi ada pengecualian untuk wajib pajak tertentu yaitu wajib pajak orang pribadi :
[a.] Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memilih untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dan
[b.] Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Dasar dibolehkannya menggunakan pencatatan ada di Pasal 28 ayat (3) UU KUP amandemen 2007 yang berbunyi :

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.


Pada bulan Januari 2009 kemarin Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 4/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksana Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Berikut adalah catatan berkaitan dengan Peraturan Direktur Jenderal tersebut.

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bermaksud menyelenggarakan pencatatan harus memperhatikan ketentuan tentang batasan peredaran dan/atau penerimaan bruto bagi Wajib Pajak yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, wajib pajak orang pribadi yang yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah sesuai Pasal 14 ayat (2) UU PPh 1984 amandemen 2008.

Catatan harus meliputi semua penghasilan baik objek pajak PPh atau bukan objek PPh atau PPh final. Pokoknya semuanya deh. Kalau di Perdirjen bahasanya begini :
a. peredaran dan/atau penerimaan bruto yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final;

b. penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

c. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Penghasilan-penghasilan diatas harus disusun per jenis pekerjaan jika wajib pajak orang pribadi memiliki lebih dari satu pekerjaan bebas.

Berikut catatan yang saya rangkum dari Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2007 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 4/PJ/2009 :
[1.] Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia;

[2.] Peredaran bruto adalah penghasilan bruto yang diterima secara tunai (cash basis).

[3.] Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis dalam satu tahun dari Januari sampai dengan Desember.

[4.] Pencatatan meliputi harta dan kewajiban yang dimiliki.

[5.] Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun.

Hal yang terakhir berkaitan dengan Pasal 11 ayat (1) UU No. 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan :
Catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bukti pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dan data pendukung administrasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak akhir tahun buku perusahaan yang bersangkutan.


Cag!

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : √Pencatatan

0 comments:

Posting Komentar