Sejak 1 Januari 2010 berlaku UU No. 28 Tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah . Biar gampang menyebutnya saya singkat saja UU PDRD. Semula saya menduga UU No. 28 Tahun 2009 adalah perubahan UU PDRD yang sebelumnya sudah ada. Ternyata salah. UU No. 28 Tahun 2009 adalah MENCABUT Undang-undang PDRD terdahulu!
Selain itu, mulai PBB [pajak bumi dan bangunan] dan BPHTB [bea perolehan hak atas tanah dan bangunan] yang selama ini merupakan wilayat pajak pusat [walaupun hasilnya diberikan ke daerah] sejak 1 Januari 2010 merupakan PDRD. Hanya saja pelaksaannya bertahap yaitu PBB mulai 2014 dan BPHTB mulai 2011. Hal ini diatur di Pasal 182 UU No. 28 Tahun 2009 :
1. Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013; dan
2. Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai Pajak Daerah paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Ternyata perpindahan atau pendaerahan PBB sudah lama diwacanakan. Bapak Maizar Anwar [saat ini Kakanwil DJP Jakarta Timur], menulis dalam Berita Pajak No. 1651 sebagai berikut :
Oleh karena itu pada tahun 2003 yang lalu sewaktu pendaerahan PBB masih merupakan wacana hampir 90% Bupati/Walikota dan beberapa Gubernur kepala daerah membuat surat tertulis kepada Menteri Keuangan menolak PBB tersebut dijadikan Pajak Daerah, karena sistem yang berlaku selama ini sesunggunya pemerintah daerah sudah nyaman dengan sistem pengelolaan PBB yang berlaku selama ini, dimana peraturan dan sistem dibuat pemerintah pusat dan pemungutan serta hasil penerimaannya sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Apakah sekarang para kepala daerah akan menolak PBB dan BPHTB? Saya kira tidak mungkin karena PBB Perdesaan dan Perkotaan sudah masuk di Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 UU PDRD. Sedangkan BPHTB masuk di Pasal 85 sampai dengan 93 UU PDRD. Hanya saja siapkah infrastruktur dan SDM Pemda?
Di kalangan DJP sendiri tersebar gossip adanya “transfer” pegawai dari DJP ke Pemda berkaitan dengan migrasi PBB & BPHTB. Apakah benar migrasi pajak pusat dibarengi dengan migrasi pegawainya? Kita tunggu saja kesepakatan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 182 UU PDRD.
Saya kira pendapat pegawai DJP berkaitan dengan migrasi ini ada dua, yaitu ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Bagi yang setuju pendaerahan PBB dan BPHTB umunya berkaitan dengan pekerjaan PBB dan BPHTB. Merepotkan!!! Banyak yang merasa bahwa PBB dan BPHTB menyita banyak tenaga dan tidak sebanding dengan penerimaan PBB dan BPHTB.
Tetapi sebagian lagi tidak setuju. Salah satu alasan ketidaksetujuan adalah berkaitan dengan database properti Wajib Pajak. Artinya data PBB dan BPHTB bisa menjadi pintu untuk intensifikasi penghitungan Pajak Penghasilan. Selain itu, DJP selama ini telah memiliki SDM dan infrastruktur yang baik, khususnya untuk PBB.
DJP sudah memiliki tenaga fungsional penilai, tenaga pemetaan / pengukuran, dan surveyor. Sedangkan infrastruktur yang dimiliki DJP antara lain : Basis Data objek dan subjek PBB, NJOP, data penerimaan, tunggakan, penagihan, Peta Blok, Peta ZNT, aplikasi SISMIOP, SIG, dan Bank Data Nilai Pasar Property [BDNPP]. Apakah infrastruktur ini juga akan migrasi? Sampai saat ini saya belum denger gossipnya ... hehehe.
0 comments:
Posting Komentar