Salah satu kebijakan yang menguntungkan pengusaha kakap di awal tahun ini adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014. Peraturan ini membolehkan mengkreditkan pajak masukkan untuk kebun sawit. Sebelumnya, DJP memberikan penafsiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-90/PJ/2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-90/PJ/2011, pajak masukan atas kebun kelapa sawit tidak boleh dikreditkan. Termasuk pajak masukan atas kebun kelapa sawit yang dimiliki oleh perusahaan yang terpadu (integrated). Dasar pemikirannya adalah perlakuan yang sama atau equal treatment. Berikut kutipannya:
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam 2 (dua) ketentuan tersebut di atas berlaku sama terhadap semua Wajib Pajak, baik bagi usaha kelapa sawit terpadu (integrated) maupun bagi usaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated). Hal ini sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang PPN tersebut pada angka 2Pembahasan tentang surat edaran ini sudah saya posting di bulan September 2011. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-90/PJ/2011 kemudian DJP banyak memberitakan penugasan pemeriksaan dan melakukan koreksi pajak masukan. Tentu saja diantara yang sudah diperiksa tersebut ada juga yang tidak setuju dan mengajukan keberatan dan banding. Bagaimana nasibnya sekarang?
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014 seharusnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-90/PJ/2011 dicabut. Isinya tidak sesuai lagi dengan aturan yang terakhir. Secara jelas bagian lampiran Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014 menulis seperti ini:
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana tersebut di atas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut: Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya: .. Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, yang seluruh TBS kelapa sawit yang dihasilkan diolah sendiri oleh pemilik kebun kelapa sawit atau titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak lain menjadi minyak kelapa sawit/CPO;Pada bagian lampiran, terdapat juga contoh yang lebih jelas. Saya contek plek contoh 2 dan contoh 3.
CONTOH 2:
Pengusaha Kena Pajak C adalah perusahaan yang menghasilkan TBS kelapa sawit, dan memproses TBS kelapa sawit tersebut menjadi minyak kelapa sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya yang merupakan Barang Kena Pajak, serta selanjutnya hanya menjual minyak kelapa sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO, dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya kepada pihak di luar Pengusaha Kena Pajak C.
Pada bulan Februari 2014 Pengusaha Kena Pajak C melakukan pembelian barang berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat di perkebunan sawit, peralatan administrasi kantor dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, dan sewa alat berat untuk perkebunan yang digunakan untuk pemupukan, pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit serta administrasi kantor di kebun sebesar Rp400.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp40.000.000,00.
Pada bulan Maret 2014, Pengusaha Kena Pajak D melakukan pembelian barang berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat di perkebunan sawit, peralatan administrasi kimtor dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, dan sewa alat berat untuk perkebunan yang digunakan untuk pemupukan, pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit serta administrasi kantor di kebun sebesar Rp300.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai Rp30.000.000,00. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak D juga membayar jasa titip olah kepada Pengusaha Kena Pajak E sebesar Rp25.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,00.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak D pada masa Maret 2014 adalah sebesar Rp30.000.000,00 + Rp2.500.000,00 = Rp32.500.000,00.
Kesimpulan: PKP D yang "non-integrated" dalam satu entitas (titip olah ke PKP E) dapat mengkreditkan semua pajak masukan atas kebun.
Menurut saya, Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014 lebih maju daripada peraturan menteri keuangan sebelumnya. Kenapa? Karena atas kebun yang TBS-nya titip olah pun boleh dikreditkan. Artinya ada "cara membaca" yang beda dengan sebelumnya. Cara membaca perusahaan terpadu (integrated). Pada contoh diatas, PKP D tentu tidak satu entitas atau satu perusahaan dengan PKP E sang pemilik pabrik. Dapat diartikan PKP D bisa murni pemilik kebun saja. Bisa saja sebenarnya dari D ke E itu jual putus, tetapi diperlakukan seperti titip olah sehingga atas pajak masukan kebun dikreditkan 100%. Pembuktiannya lebih rumit. Apalagi jika jual minyak kelapa sawitnya langsung ke pemilik pabrik. Atau pembeli minyak sawitnya perusahaan satu grup juga.
Saya memahami, yang dimaksud integrated Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.011/2014 adalah penyerahan. Itu saja. Jika dari kebun tersebut ada yang dijual dan dilaporkan di Laporan Keuangan sebagai penjualan TBS maka pajak masukan sebesar persentase atas penjualan TBS tersebut tidak dapat dikreditkan.
salaam hormat.
0 comments:
Posting Komentar