Pada dasarnya postingan ini adalah salinan lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Tapi karena disajikan dalam postingan blog, saya modifikasi seperlunya. Tujuannya biar enak dibaca. Walaupun demikian, memang masih terasa membosankan dan bertele-tele.
Contoh:
Catatan:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Indradi pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp250.000,00. Indradi kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo lndonusa masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Indradi membayar iuran pensiun Rp35.000,00 dan Jaminan Harl Tua sebesar 2,00% dari gaji
Contoh :
Contoh:
Contoh:
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 form 1721 A1 di Jakarta:
Penghitungan PPh Pasal 21 di Bandung:
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 form 1721 A1 di Bandung:
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21 jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:
Contoh :
Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-16/PJ/2016 dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
Contoh :
PPh Pasal 21 sebesar Rp1.250,00 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp1.250,00 tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak kepada Adi Putro.
Namun apabila pemberi kerja adalah Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai contoh dibawah.
Dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
Contoh :
Contoh :
Contoh :
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk bulan Desember 2016, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp88.500,00 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya.
Karena jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2016, di mana Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada akhir bulan November 2016 sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut:
Karena jumlah sebesar Rp88.500,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka jumlah yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp885.000,00.
Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode di mana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.
Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan.
Contoh:
Pada saat Hari lrawan berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai berikut:
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.
Untuk kemudahan daan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan (total) penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A l/ 1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya:
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun untuk dicantumkan dalam Form 1721 A1:
Petunjuk Umum Penghitungan Pph Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap Atau Tenaga Kerja Lepas
Contoh:
Contoh:
Dalam hal Ety Rahmawati tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Ety Rahmawati sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh tersebut namun tidak memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP.
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan:
#PPhPasal21
Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiunan Berkala
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:- Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
- Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A 1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
- bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
- bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender
Contoh:
Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT. Jaya Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap |
Catatan:
- Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
- Contoh tersebut berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar120% x Rp19.375,00= Rp23.250,00.
- Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.
Contoh:
Tanti Agustin adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anal , bekerja pada PT Dharma Utama dengan gaji sebulan sebesar Rp8.500.000,00. Tanti Agustin membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000,00 sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah (Pemda) tempat Tanti Agustin berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada bulan Juli 2016 selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang mendapatkan uang lembur |
Contoh:
Ikha Hapsari karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT Sinar Unggul. Suami dari Ikha Hapsari merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Ikha Hapsari menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT Sinar Unggul mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan. Ikha Hapsari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ikha Hapsari membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 disamping menerima pembayaran gaji Ikha Hapsari juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:
contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang menerima uang lembur dan premi asuransi jiwa |
Catatan;
Karena suami Ikha Hapsari menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Ikha Hapsari adalah PTKP untuk dirinya sendiri.
Contoh:
dr. Aulia Rais (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) merupakan dokter spesialis kandungan yang bekerja sebagai pegawai tetap di rumah sakit swasta Sehat Tentrem dengan gaji tetap sebesar Rp20.000.000,00. Jam praktik dr. Aulia Rais mulai pukul 8.00 s.d 12.00 selama 5 hari dalam seminggu. Untuk bulan Agustus 2016 dr. Aulia Rais menerima pembayaran dari Rumah Sakit Sehat Tentrem berupa gaji sebesar Rp20.000.000,00 dan menerirna jasa medis sebagai dokter yang bersumber dari pasien sebesar Rp25.000.000,00. Dokter Aulia Rais membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00 setiap bulannya. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Aulia Rais dari Rumah Sakit Tentrem pada bulan Agustus 2016 adalah:
contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap profesi dokter rumah sakit |
Contoh:
Oka Sagala, belum menikah, pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 minggu pertama bulan Agustus 2016 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja adalah:
contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang menerima gaji mingguan |
Muhammad Shodiq, pegawai pada perusahaan PT Segara Hurip, memperoleh gaji mingguan sebesar Rp1.500.000,00. Muhammad Shodiq telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara Hurip masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Segara Hurip membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Muhammad Shodiq membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji. Dalam minggu kedua pada bulan Agustus 2016 Muhammad Shodiq hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk minggu kedua bulan Agustus adalah:
contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap dengan gaji mingguan dan asuransi jiwa |
Indradi pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp250.000,00. Indradi kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo lndonusa masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Indradi membayar iuran pensiun Rp35.000,00 dan Jaminan Harl Tua sebesar 2,00% dari gaji
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap dengan upah harian |
Retto sebagaimana tersebut dalam contoh di atas pada bulan Juni 2016 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp6.750.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Retto menerima rapel sejumlah Rp5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima untuk masa Januari s.d. Mei 2016). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2016 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang mendapatkan rapelan karena kenaikan gaji |
Contoh:
Sudiro (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.000.000,00 sebulan. Pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh bonus sebesar Rp8.000.000,00, sehingga pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh penghasilan berupa gaji sebesar Rp5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp8.000.000,00. Setiap bulannya Sudiro membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp80.000,00
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang menerima bonus |
Contoh:
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.
Contoh penghitungan: Didin Qomarudin yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara Mandiri di Jakarta. Sejak 1 Juni 2016 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pada 1 Oktober 2016 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut. Gaji Didin Qomarudin sebesar Rp5.000.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp100.000,00. Selama bekerja di PT Nusantara Mandiri Didin Qomarudin hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.Penghitungan PPh Pasal 21 di Jakarta:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap pindah kantor |
Contoh pengisian Bukti Potong PPh Pasal 21 di kantor asal (JAKARTA) bagi pegawai tetap yang pindah atau mutasi kantor |
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang pindah kantor cabang (Bandung) |
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 form 1721 A1 di Bandung:
Contoh pengisisan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 form 1721 A1 pegawai tetap yang pindah kantor cabang (Bandung) |
Penghitungan PPh Pasal 21 di Garut:
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 form 1721 A1 di Garut :
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap Yang Berhenti Bekerja
- Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
- Untuk perusahaan yang masuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
- Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan brute sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/ atau iuran Tunjangan Harl Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangku tan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan.
- Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12.
- Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember.
- Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun , dikurangi dengan PTKP.
- Setelah diperoleh PPh terutang , selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/ atau disetor ke kas negara.
- Jumlah PPh Pasal 21 sebulan adalah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 (jika memiliki penghasilan 12 bulan) atau dibagi jumlah bulan yang sebenarnya diterima.
- Gaji untuk seminggu dikalikan dengan 4;
- Gaji untuk sehari dikalikan dengan 26.
- rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);
- hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
- PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;
- PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong.
Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut:
- Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.
- PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
- Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
- Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja.
Contoh :
Suwondo bekerja pada PT Xiang Malam sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2016. Suwondo menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp15.500.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan September 2016 dalam hal Suwondo hanya memperoleh penghasilan berupa gaji adalah:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai baru masuk pertengahan tahun |
David Raisita (K/3) mulai bekerja 1 September 2016. Ia bekerja di Indonesia sd Agustus 2018. Selama Tahun 2016 menerima gaji per bulan Rp20.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan September tahun 2016 dalam hal David Raisita hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah sebagai berikut:
Sulistiyo Wibowo yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Mahakam Utama di Yogyakarta - DIY. Sejak 1 Oktober 2016, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam Utama. Sulistiyo Wibowo setiap bulan memperoleh gaji sebesar Rp6.500.000,00 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp100.000,00 setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam Utama Sulistiyo Wibowo hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang resign |
Perhitungan kembali PPh Pasal 21 pada bulan resign :
Contoh :
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja Mei 2014 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2016 dan meninggalkan Indonesia ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama tahun 2016 menerima gaji perbulan sebesar Rp15.000.000,00 dan pada bulan April 2016 menerima bonus sebesar Rp20.0000.000,00.
Contoh Pegawai Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subjektif (pegawai ekspatriat) |
Penghitungan PPh Pasal 21 atas bonus yang diterima oleh ekspatriat :
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 karena pegawai ekspatriat berhenti dan meninggalkan Indonesia :
Contoh penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pada saat pegawai yang bersangkutan berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya |
Contoh :
Neill Mc Leary adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari 2016 dalam mata uang asing sebesar US$2,000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp13.766,00 per US$1.00. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak.
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap yang dibayar dengan uang asing |
Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-16/PJ/2016 dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
- pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
- penerimaan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
- iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
- zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangku tan;
- beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf 1 Undang Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
- Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
- Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Contoh :
Adi Putro adalah seorang pegawai dari PT Lautan Otomata dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp6.500.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Juli 2016 dalam hal Adi Putro hanya menerima pembayaran gaji saja adalah :
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 ditangung pemberi kerja |
Namun apabila pemberi kerja adalah Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai contoh dibawah.
Contoh :
Edward Simatupang (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Kartika Kawashima Pionirindo dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.500.000,00 sebulan. Kepada Edward Simatupang diberikan tunjangan pajak sebesar Rp150.000,00. luran pensiun yang dibayar oleh Edward Simatupang adalah sebesar Rp100.000,00 sebulan. PPh Pasal 21 bulan September 2016 dalam hal Edward Simatupang tidak menerima penghasilan dari PT Kartika Kawashima Pionirindo selain gaji adalah:
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap yang mendapatkan tunjangan PPh |
Maydina Aprilianto adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) PPh Pasal 15, pada bulan Agustus 2016 memperoleh gaji sebesar Rp5.000.000,00 sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Maydina Aprilianto berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu:
Adi Putra Tarigan, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Sumber Melati Diski dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp6.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2016 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Sumber Melati Diski untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.
Contoh Perhitungan PPhPasal 21 bagi pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun berjalan |
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 2016, setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 2016 tidak berubah, adalah sebagai berikut:
Apabila Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada akhir November 2016 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 2016, dengan asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama dan teratur setiap bulan tersebut, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut:
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk bulan Desember 2016, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp88.500,00 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya.
Karena jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2016, di mana Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada akhir bulan November 2016 sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut:
Karena jumlah sebesar Rp88.500,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka jumlah yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp885.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap
Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut:- dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagrunya.
- dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
- selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan angka 1 dan angka 2 adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang Harus Dipotong pada Bulan Desember
- Dalam Hal Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Sama/Tidak Berubah, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember besarnya sruna dengan yang dipotong pada bulan-bulan sebelumnya.
- Dalam Hal Besarnya Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Mengalami Perubahan.
Sisusa, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Adi Pratama Putra dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp5.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Mulai bulan Juli 2016, Sisusa memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi sebesar Rp7 .000.000,00.Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari-Juni 2016 adalah sebagai berikut:
Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode di mana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.
Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan.
Contoh:
Hari Irawan, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Nusa lndah Gemilang dengan gaji sebulan sebesar Rpl3.000.000,00. Hari Irawan setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp250.000,00 ke Dana Pensiun Artha Mandiri yang pendiriannya telah clisahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Nusa Indah Gemilang terhitung mulai 1Juli2016, Hari Irawan akan memasuki masa pensiun.Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Pada saat Hari lrawan berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai berikut:
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.
Untuk kemudahan daan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan (total) penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A l/ 1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya:
Selanjutnya, mulai bulan Juli 2016 Hari lrawan memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Artha Mandiri sebesar Rp6.000.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut:
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun untuk dicantumkan dalam Form 1721 A1:
Petunjuk Umum Penghitungan Pph Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap Atau Tenaga Kerja Lepas
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:- Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
- Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong
- Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%
- Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
- Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Caton Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 basil perhitungan tersebut dibagi 12.
Contoh :
Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2016 bekerja sebagai buruh harian PT Cipta Mandiri Sejahtera. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000,00.
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke- 12 adalah sebagai berikut:
Contoh :
Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya, menerima upah sebesar Rp650.000,00 per hari.
Contoh :
Rizal Fahri (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp125.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp3.000.000,00.
Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp950.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
Petunjuk Umum Penghitungan Pph Pasal 21 Bagi Anggota Dewan Pengawas Atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap, Mantan Pegawai Yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus Atau Imbalan Lain Yang Bersifat Tidak Teratur, Dan Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai Yang Menarik Dana Pensiun
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2016 bekerja sebagai buruh harian PT Cipta Mandiri Sejahtera. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000,00.
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke- 12 adalah sebagai berikut:
Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya, menerima upah sebesar Rp650.000,00 per hari.
Contoh :
Rizal Fahri (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp125.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp3.000.000,00.
Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp950.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
Petunjuk Umum Penghitungan Pph Pasal 21 Bagi Anggota Dewan Pengawas Atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap, Mantan Pegawai Yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus Atau Imbalan Lain Yang Bersifat Tidak Teratur, Dan Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai Yang Menarik Dana Pensiun
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Pegawai Tidak Tetap / Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau lmbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender.
Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Bukan Pegawai
Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap /Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan
- Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
- Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap /Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas Imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.
Dalam hal bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi basil oleh rumah sakit dan/ atau klinik
Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 (pemotong maksudnya perusahaan pengguna jasa):
- mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
- melakukan penyerahan material atau barang, maka besamya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/ perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan penyerahan material atau barang.
Contoh:
dr. Samudera Putra, Sp.OG merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan terkenal yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Ibu dan Anak dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Samudera Putra, Sp.OG pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan lbu dan Anak, dr. Samudera Putra, Sp.OG juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Samudera Putra, Sp.OG telah memiliki NPWP dan pada tahun 2016, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktek dr. Samudera Putra, Sp.OG di Rumah Sakit Harapan lbu dan Anak adalah sebagai berikut:
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa dokter (bukan pegawai) yang praktik di rumah sakit dan/ atau klinik |
Contoh:
Ety Rahmawati adalah petugas dinas luar asuransi dari PT Tabaru Life. Suami Ety Rahmawati telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan mempunyai NPWP, dan yang bersangkutan bekerja pada PT Kersamanah. Ety Rahmawati telah menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong pajak. Ety Rahmawati hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada PT Tabaru Life. Pada tahun 2016, penghasilan yang diterima oleh Ety Rahmawati sebagai petugas dinas luar asuransi dari PT Tabaru Life adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada petugas dinas luar asuransi (bukan pegawai perusahaan asuransi) |
Dalam hal Ety Rahmawati tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Ety Rahmawati sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh tersebut namun tidak memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP.
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Oleh Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan:
Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
Penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribacli sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
Contoh :
Contoh :
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Sony Gemilang adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di Jakarta. la menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar Rp200.000.000,00.
0 comments:
Posting Komentar