Kemarin pagi ada email yang menanyakan persyaratan Piutang Tidak Tertagih menurut perpajakan. Memang peraturan perpajakan lebih ketat tentang Piutang Tidak Tertagih. Piutang hanya boleh dibiayakan jika benar-benar sudah tidak dapat ditagih. Bukan hanya sekali dua kali ditagih dan tidak bayar, terus dicatat sebagai Piutang Tidak Tertagih. Tidak! Inilah persyaratan Piutang Tidak Tertagih menurut SE - 08/PJ.42/1999 yang sampai sekarang masih berlaku :
a) Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial; dan
(b) menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan
(c) mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan; dan
(d) menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan yang mencantumkan nama, alamat, NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh Direktur Jenderal Pajak.
Lebih lanjut tentang penerbitan disebutkan:
Yang dimaksud dengan suatu penerbitan adalah :
a)Penerbitan khusus HIMBARA/PERBANAS; atau
b)Penerbitan koran/majalah/buletin atau media massa cetak yang lain; atau
c)Laporan ke Bank Indonesia, kemudian oleh Bank Indonesia diterbitkan/diumumkan dalam data base bank di Bank Indonesia.
Perhatikan pada syarat keempat diatas bahwa Dirjen Pajak dapat meminta dokumen lain jika dipandang perlu. Hal ini saya kira jika terjadi pemeriksaan. Menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih bisa dilakukan bersamaan dengan penyerahan SPT PPh Tahunan [Lampiran SPT].
Berdasarkan informasi Daftar Piutang Tak Tertagih tersebut, kantor pajak dapat melakukan cross check ke debitur karena penghapusan piutang dipihak kreditur merupakan biaya sedangkan dipihak debitur merupakan penghasilan.
Cag!
0 comments:
Posting Komentar