The Jakarta Post, 22 Maret 2016, sudah menyebut Indonesia sebagai the real tax haven country. Ya, secara praktek Wajib Pajak di Indonesia dapat dengan mudah tidak bayar pajak walaupun Wajib Pajak tersebut memiliki kekayaan yang luar biasa. Sedangkan fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu fenomena. Sebagian penduduk Indonesia sangat ketakutan dengan pajak. Di bawah ini dua buktinya!
Pertama, setelah Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan mewajibkan para administrator kartu kredit untuk melaporkan data pelanggannya ke kantor pajak, maka banyak pemegang kartu kredit yang menutup kartu kredit mereka. Bukan hanya nasabah bank BCA, tetapi nasabah bank lain juga.
Bagi para pengusaha, sebenarnya ada sisi keuntungan dengan tidak digunakannya kartu kredit. Bagi mereka yang biasa "gesek", maka jika tidak pakai kartu kredit maka mereka pakai kartu debit. Nah, pengguna yang beralik dari kartu kredit ke kartu debit tentu sangat diharapkan oleh pengusaha retail. Karena bayar dengan kartu debit artinya uang langsung masuk real time dari rekening pembeli ke rekening pengusaha.
Apa yang dikhawatirkan para fobia? Mereka khawatir dengan menggunakan kartu kredit akan terungkap penghasilan sebenarnya. Kekawatiran ini sebenarnya logis jika pengguna kartu kredit masih menyembunyikan penghasilan yang dia peroleh. Tetapi jika penghasilan yang dia peroleh sudah dikenai pajak dan sudah dilaporkan, maka kekhawatiran mereka tidak logis. Dan tidak ada dampaknya bagi perpajakan dia.
Selain itu, sebenarnya rekening kartu kredit bukan rekening penyimpan. Dan yang wajib dirahasiakan oleh Undang-Undang Perbankan adalah rekening penyimpan. Faktanya, Bank Indonesia sudah lama memberikan data nasabah debitur ke Direktorat Jenderal Pajak. BI sudah membarikan data SID (sistem informasi debitur) Bahkan data tersebut sudah dimanfaatkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Debitur bank yang memiliki pinjaman besar akan disandingkan dengan SPT. Jika pinjaman tersebut tidak dilaporkan, maka Wajib Pajak diharuskan membetulkan sendiri SPT yang sudah dilapor.
Kedua, Pemerintah melalui Peraturan Dirjen Pajak mengeluarkan kebijakan tentang pemotongan bunga deposito, PER-01/PJ/2015. Peraturan ini dicabut sebelum berlaku!
Rumor yang disampaikan ke pihak DJP, peraturan persebut menyebabkan eksodus dana penyimpan besar-besaran di perbankan. Ada arus uang keluar yang luar biasa besar sehingga mengganggu likuiditas dana perbankan.
Eksodus dana tersebut berakar dari fobia juga. Sekali lagi, jika memang penyimpan dana sudah melaporkan penghasilannya sebenarnya, kekhawatiran tersebut tidak logis! Tidak mungkin kantor pajak mengenakan pajak atas objek yang sama. Walaupun terjadi, Wajib Pajak dapat mengajukan proses keberatan dan/atau proses banding ke Pengadilan Pajak.
Mulai 2018, rahasia perbankan akan menjadi kenangan! OECD dan G20 sudah sepakat untuk saling tukar informasi tentang data keuangan dan aset.
OECD mengatakan, "As the world becomes increasingly globalised and cross-border activities become the norm, tax administrations need to work together to ensure that taxpayers pay the right amount of tax to the right jurisdiction. A key aspect for making tax administrations ready for the challenges of the 21st century is equipping them with the necessary legal, administrative and IT tools for verifying compliance of their taxpayers. Against that background, the enhanced co-operation between tax authorities through AEOI is crucial in bringing national tax administration in line with the globalised economy."
Dunia memang semakin sempit. Tidak ada tempat bagi fobia pajak! Saat ini, sudah ada 95 otoritas pajak yang menandatangani Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MCMAA). Silakan cek status negara dimaksud!
Berikut video OECD di Youtube tentang upaya memerangi penghindar pajak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar