Berkaitan dengan jawaban email sebelumnya, ternyata apa yang ditanyakan dan jawaban tidak nyambung. Pak Tony menyebut "tenaga ahli" dan saya langsung merujuk ke PPh Pasal 21 atas tenaga ahli. Padahal ada istilah lain [yang diabaikan] yaitu istilah "swakelola".
Setelah dijelaskan lebih lanjut oleh Pak Tony, ternyata swakelola itu termasuk "proyek" dalam istilah awam. Karena itu, pemotongan PPh Pasal 21 atas proyek berbeda dengan PPh Pasal 21 atas tenaga ahli. Berikut pembahasannya.
Swakelola
Pasal 6 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 menyebutkan :
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan :
a. dengan menggunakan penyedia barang/jasa;
b. dengan cara swakelola.
Pasal 36 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 menyebutkan [ayat (3) dari pasal ini tidak di'tampilkan' karena terlalu panjang] :
(1) Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri.
(2) Swakelola dapat dilaksanakan oleh :
a. pengguna barang/jasa;
b. instansi pemerintah lain;
c. kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.
(3) ...
(4) Prosedur swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan di lapangan dan pelaporan.
Dan, Pak Tony memberikan informasi tambahan sebagai berikut :
Nah, kami termasuk yang kedua. Jadi pekerjaan yang seharusnya dikerjakan sendiri oleh Pengguna Barang dan Jasa (dalam hal ini Dinas di Pemda) dikerjakan oleh Instansi Pemerintah Lain (dalam hal ini Perguruan Tinggi). Nah, dalam pengerjaannya itu menggunakan tenaga ahli yang beberapa di antaranya dosen di PTN tersebut yang notabene PNS. Lebih jelas ttg swakelola sy sertakan File presentasi ttg swakelola berdasarkan Kepress 80 Tahun 2003.
Dari File presentasi yang disertakan salah satunya menyebutkan :
c. Penggunaan UYHD, dilakukan oleh instansi pemerintah pelaksana swakelola;
d. Pembayaran gaji tenaga ahli tertentu, dilakukan secara kontrak konsultan perorangan;
PPh Pasal 21
Berdasarkan uraian diatas, kemudian saya baca lagi Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 15/PJ/2006 terutama lampiran yang memuat contoh-contoh.
Lampiran III Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Yang Berstatus Bukan Sebagai Pegawai Tetap atau Pegawai Tidak Tetap, Yang Meliputi :
1. tenaga ahli;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7. agen iklan;
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. peserta perlombaan;
11. petugas penjaja barang dagangan;
12. petugas dinas luar asuransi;
13. peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan yang bukan calon pegawai;
distributor multilevel marketing atau direct selling atau kegiatan sejenisnya.
• PPh Pasal 21 bagi tenaga ahli dihitung dengan cara menerapkan tarif 15% x Perkiraan Penghasilan Neto (Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto = 50% x Jumlah bruto imbalan yang diterima atau diperoleh).
• PPh Pasal 21 bagi distributor multilevel marketing atau direct selling atau kegiatan sejenisnya dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) bulan takwim setelah dikurangi PTKP sebulan.
• PPh Pasal 21 bagi selain tenaga ahli dan distributor multilevel marketing atau direct selling atau kegiatan sejenisnya, yang tersebut pada angka 2 sampai dengan 13, dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) bulan takwim.
• Catatan : Dalam hal pemberi jasa dalam segala bidang dalam menjalankan pekerjaaannya memperkerjakan orang lain sebagai pegawai, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pemberi jasa yang bersangkutan dipotong Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU PPh dan ketentuan pelaksanaannya.
Dari kutipan lampiran diatas saya ulangi poin yang menentukan :
• PPh Pasal 21 bagi .. yang tersebut pada angka 2 sampai dengan 13, dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) bulan takwim.Kemudian angka yang sesuai dengan swakelola [menurut saya] adalah angka delapan, yaitu :
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Swakelola
Dari uraian diatas, kesimpulan saya adalah :
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima tenaga ahli pada swakelola dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh 1984 [tarif progressif]. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan bruto. Tidak dipotong oleh PTKP. Supaya lebih jelas saya berikan contoh :
Penghasilan yang diterima tenaga ahli swakelola sebesar Rp.75.000.000,- per bulan. Jika dua bulan berarti Rp.150.000.000,- Karena ketentuan di petunjuk menyebutkan "diperoleh selama 1 (satu) bulan takwim" maka PPh Pasal 21 dihitung per bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00
Jumlah PPh Terutang = Rp 7.500.000,00
Bagaimana kalau dibayar sekaligus [setelah dua bulan] sebesar Rp.150.000.000,- maka PPh Pasal 21 dihitung sebagai berikut:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 50.000.000,00 = Rp12.500.000,00
Jumlah PPh Terutang = Rp23.750.000,00
Loh, ko beda? Ga apa-apa! PPh Pasal 21 adalah cicilan [kredit] pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, semua penghasilan harus dilaporkan dan dikenakan tarif progressif. Dan, perhitungan PPh yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi selama setahun akan terlihat di SPT Tahunan.
Jika cicilan PPh-nya kecil maka pada akhir tahun akan membayar [kekurangannya] lebih besar. Jika cicilan PPh-nya besar maka apada akhir tahun akan membayar lebih kecil. Begitu saja!
Jika dihitung per tahun, semua Wajib Pajak akan membayar Pajak Penghasilan dengan tarif progressif. Asas keadilan tetap diterapkan.
Salaam.
0 comments:
Posting Komentar